Tuesday 14 January 2014

Monumen yang 'hampir' terlupakan

Monumen yang “hampir” kita lupakan


Di tengah gencarnya arus informasi dan teknologi sekarang ini,  tentu bukan hal yang aneh jika banyak bermunculan mal-mal / pusat perbelanjaan yang semakin memanjakan konsumen. Salah satunya adalah Hi Tech Mall Surabaya yang menjadi “rujukan” kebutuhan barang-barang elektronik (komputer) di Surabaya dan Indonesia timur. Berbagai macam kebutuhan teknologi komputer akan dapat kita temukan di sana. Namun, jika anda sempat berkunjung ke sana cobalah sempatkan diri anda untuk berkunjung ke THR yang berada di bagian belakan Hi Tech Mall. Anda akan melihat sebuah monumen / patung perunggu yang ada di belakang pintu masuk. Barangkali bagi remaja saat ini, banyak yang tidak mengenal tokoh seniman tersebut. Yah...ini bisa dimaklumi karena  gencarnya promo penyanyi-penyanyi asing, sehingga bagi remaja saat ini mungkin banyak yang belum mengenalnya.
Yah....itulah monumen untuk mengenang seorang seniman Surabaya yang pernah menjadi “icon” di jamannya karena kesederhanaan dan lagu-lagunya. Itulah Gomboh. Seorang seniman sejati asal Surabaya. Gombloh lahir dengan nama lengkap Soedjarwoto Soemarsono tanggal 14 Juli 1948 di Jombang, merupakan seorang seniman asal Surabaya yang pernah menjadi inspirasi bagi seniman-seniman muda Surabaya untuk tetap berkreasi dengan lirik-lirik unik dan merakyat ditengah gencarnya lagu-lagu “cengeng” saat itu. Lagu-lagunya banyak bercerita kritik sosial, alam juga rasa cinta negeri, seperti misalanya “Kebyar-Kebyar” yang dirilis pada tahun 1979, dan sering diputar menjelang peringatan 17-an.
Monumen ini memang dibuat untuk mengenang sang legenda tersebut. Namun, sangat disayangkan karena lokasi monumen itu sudah mulai “terjepit” dengan banyaknya cafe-cafe penjual makanan yang menjamur di sekitarnya.  Gombloh memang unik, baik dari lirik lagunya maupun penampilannya yang selalu tampil bersahaja, bukan hanya di atas panggung namun juga kesehariannya. Ini sangat kontras dengan penyanyi penyanyi sekarang yang banyak mengumbar sensasi dan kemewahan. Tidak salah jika saya menjulukinya sebagai seniman yang “langka”. Bahkan sebuah radio swasta di Surabaya (Radio Suzana) pernah mengadakan lomba mirip Gomploh. Pada tanggal 30 Maret 2005 dalam acara puncak Hari Musik Indonesia III di Jakarta, Gombloh mendapat penghargaan Nugraha Bhakti Musik Indonesia secara anumerta dari PAPPRI.

Gombloh dilahirkan sebagai anak ke-4 dari enam bersaudara dari keluarga Slamet dan Tatoekah. Slamet adalah seorang pedagang kecil yang hidup dari menjual ayam potong di pasar tradisional di kota mereka. Gombloh bersekolah di SMA Negeri 5 Surabaya dan sempat berkuliah di Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember, (ITS) Surabaya, namun tidak diselesaikannya dan memilih nalurinya untuk bermusik
Yang selalu menjadi pertanyaan saya dalam hati, masih adakah seorang seniman sejati seperti beliau yang bersahaja, tidak seperti kebanyakan seniman sekarang yang banyak mengumbar sensasi, kemewahan, dan perilaku yang tak pantas ditiru. Semoga karya-karya Gombloh bisa menjadi inspirasi bagi seniman-seniman muda yang pintar dan berwawasan luas.
Gombloh (lahir di Jombang, Jawa Timur, 14 Juli 1948 – meninggal di Surabaya, Jawa Timur, 9 Januari 1988 pada umur 39 tahun).

No comments:

Post a Comment